Tentu saja nasehat tentang pentingnya ikhlas karena Allah, dan tidak terburu-buru dalam shalat, namanya saja Tarawih (banyak istirahat & santai). Tak lupa hendaknya para Imam sebaiknya mendalami secara khusus Fiqh Tarawih.
Memperhatikan kondisi mayoritas makmum, alangkah baiknya jika Imam
menghendaki bacaan yang panjang (1 juz per malam) agar mengkondisikan
para jamaah secara bertahap, jika belum mampu hendaknya tidak
memaksakan.
Ada baiknya para Imam memberitahukan sekilas kepada jamaah tentang apa yang akan dibaca, baik lagi jika ada waktu dan manajemen memungkinkan, menjelaskan kandungan yang sedang dibaca dalam kultum singkat padat makna.
Bacaan Imam Saat Shalat
Hendaknya membaca dengan tingkat Hadr (tempo cepat), dan Qashrul Munfashil (memendekkan Mad Jaiz Munfashil) dalam rangka meringankan makmum.
Inilah tradisi Salaf dan Para Imam Qurra'. Sebagian dari Qurra' Sab'ah (Imam Rujukan Qiraat Sab'ah) misalnya Hamzah Az Zayyat & Abu Amru Al-Bashri tatkala memimpin shalat mereka membaca dengan Hadr.
Apa definisi Hadr الحدر?
Kata seorang pakar Tajwid dan Qiraat - Imam AdDani:
سرعة القراءة مع تقويم الألفاظ
Cepatnya bacaan disertai penyempurnaan lafaz.
Hendaknya seorang Imam menyadari bahwa selain memimpin shalat ia juga berfungsi sebagai perantara Kalam Allah kepada telinga & hati manusia, sebab itu hendaknya berusaha memposisikan diri sebagai orang yang sedang diajak bicara oleh Al-Qur'an, sebagaimana dikatakan Imam Ibnul Qayyim.
Bagaimana cara memposisikan diri sebagai orang yang diajak bicara oleh Al-Qur'an?
Rasulullah saw telah memberi contoh, bahwa jika beliau sedang membaca, dideskripsikan oleh istrinya Ummu Salamah sebagai قراءة مفسرة "bacaan yang tertafsirkan dengan sendirinya" sampai ke hati pendengar.
Dalam rangka sampai ke Qiraah Mufassarah tadi -meski tempo bacaannya Imam cepat- diperlukan:
1. Kemampuan untuk memulai (ibtida') dan berhenti (waqaf) dengan baik, kapan dan di mana ia harus memulai & berhenti. Dalam hal ini kaidahnya adalah Waqaf-Ibtida mengikuti makna, bukan makna yang mengikuti Waqaf-Ibtida.
2. Kemampuan menyenandungkan tinggi-rendah nada kalimat sesuai dengan makna yang dikandungnya. Hendaknya jika melewati sujud tilawah memberi tahu makmum sebelum dimulainya rakaat tersebut, agar makmum dapat mempersiapkan diri dan tidak kaget.
Doa Qunut Witir
Umumnya para Imam Tarawih sudah tahu perbedaan pendapat kapan - tanggal berapa- memulai Qunut. Ada yang memulai dari tanggal 1, atau 15, dan sebagainya, sesuai dengan tradisi jamaah yang dipimpinnya. Yang kurang diperhatikan adalah bahwa semestinya doa Qunut Witir itu tidak perlu takalluf (memaksakan) baik dalam "mengarang" lafaz2 doa hingga bersajak, atau mendetilkan permintaan dalam doa atau pun takalluf dalam memanjangkan doa hingga terlalu lama.
Lebih baik cukupkan doa pada yang ma'tsur, yang ada dalam Qur'an dan Sunnah, doa-doa yang ma'tsur umumnya bersifat singkat dan padat. Kalau pun ada doa yang dibuat sendiri sebaiknya tidak takalluf. Ini lebih dekat dengan sunnah.
Ada baiknya dalam masalah Qunut ini para Imam Tarawih mendalami Fiqh Doa, bisa merujuk ke buku Tashih Ad-Du'a karya Syekh DR Bakr Abu Zaid rahimahullah.
Wallahu a'lam
di tulis oleh : Faris Jihady Hanifa, Lc
Sydney, Ramadhan 1437H
Ada baiknya para Imam memberitahukan sekilas kepada jamaah tentang apa yang akan dibaca, baik lagi jika ada waktu dan manajemen memungkinkan, menjelaskan kandungan yang sedang dibaca dalam kultum singkat padat makna.
Bacaan Imam Saat Shalat
Hendaknya membaca dengan tingkat Hadr (tempo cepat), dan Qashrul Munfashil (memendekkan Mad Jaiz Munfashil) dalam rangka meringankan makmum.
Inilah tradisi Salaf dan Para Imam Qurra'. Sebagian dari Qurra' Sab'ah (Imam Rujukan Qiraat Sab'ah) misalnya Hamzah Az Zayyat & Abu Amru Al-Bashri tatkala memimpin shalat mereka membaca dengan Hadr.
Apa definisi Hadr الحدر?
Kata seorang pakar Tajwid dan Qiraat - Imam AdDani:
سرعة القراءة مع تقويم الألفاظ
Cepatnya bacaan disertai penyempurnaan lafaz.
Hendaknya seorang Imam menyadari bahwa selain memimpin shalat ia juga berfungsi sebagai perantara Kalam Allah kepada telinga & hati manusia, sebab itu hendaknya berusaha memposisikan diri sebagai orang yang sedang diajak bicara oleh Al-Qur'an, sebagaimana dikatakan Imam Ibnul Qayyim.
Bagaimana cara memposisikan diri sebagai orang yang diajak bicara oleh Al-Qur'an?
Rasulullah saw telah memberi contoh, bahwa jika beliau sedang membaca, dideskripsikan oleh istrinya Ummu Salamah sebagai قراءة مفسرة "bacaan yang tertafsirkan dengan sendirinya" sampai ke hati pendengar.
Dalam rangka sampai ke Qiraah Mufassarah tadi -meski tempo bacaannya Imam cepat- diperlukan:
1. Kemampuan untuk memulai (ibtida') dan berhenti (waqaf) dengan baik, kapan dan di mana ia harus memulai & berhenti. Dalam hal ini kaidahnya adalah Waqaf-Ibtida mengikuti makna, bukan makna yang mengikuti Waqaf-Ibtida.
2. Kemampuan menyenandungkan tinggi-rendah nada kalimat sesuai dengan makna yang dikandungnya. Hendaknya jika melewati sujud tilawah memberi tahu makmum sebelum dimulainya rakaat tersebut, agar makmum dapat mempersiapkan diri dan tidak kaget.
Doa Qunut Witir
Umumnya para Imam Tarawih sudah tahu perbedaan pendapat kapan - tanggal berapa- memulai Qunut. Ada yang memulai dari tanggal 1, atau 15, dan sebagainya, sesuai dengan tradisi jamaah yang dipimpinnya. Yang kurang diperhatikan adalah bahwa semestinya doa Qunut Witir itu tidak perlu takalluf (memaksakan) baik dalam "mengarang" lafaz2 doa hingga bersajak, atau mendetilkan permintaan dalam doa atau pun takalluf dalam memanjangkan doa hingga terlalu lama.
Lebih baik cukupkan doa pada yang ma'tsur, yang ada dalam Qur'an dan Sunnah, doa-doa yang ma'tsur umumnya bersifat singkat dan padat. Kalau pun ada doa yang dibuat sendiri sebaiknya tidak takalluf. Ini lebih dekat dengan sunnah.
Ada baiknya dalam masalah Qunut ini para Imam Tarawih mendalami Fiqh Doa, bisa merujuk ke buku Tashih Ad-Du'a karya Syekh DR Bakr Abu Zaid rahimahullah.
Wallahu a'lam
di tulis oleh : Faris Jihady Hanifa, Lc
Sydney, Ramadhan 1437H
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas komentarnya..
Salam Beramal